BROKEN HEART AND WHAT SHOULD I DO – Siapa yang belum pernah mengalami patah hati?. Pasti jawabannya adalah mereka yang tidak pernah jatuh cinta. Patah hati bagiku kala itu membuat benar-benar sangat terpukul dan sedih setengah mati. Betapa tidak, harapan dan keinginan untuk menjalin rumah tangga sudah cukup kuat.
Broken heart yang kualami waktu itu karena diriku gagal menikah dengan seseorang yang kuyakini tepat. Well, tepat dalam tataran seleraku sih yaa dan juga keingin diriku. Tapi…ya, begitulah rasanya seolah hanya maunya dia aja ya ng dijadikan takdirku…
Kami adalah dua orang partner bisnis yang akhirnya karena kecocokan, memutuskan untuk berkomunikasi dan mengenal satu sama lain. Tentu saja tujuannya adalah untuk menikah. Bahkan komunikasi dan silaturahmi orangtuanya ke Jogja juga sudah dilakukan. Tetapi jarak yang teramat jauh dan pertimbangan tidak bisa lepas dari orang tua menjadi penghalang.
Emm, tepatnya tidak dilepaskan oleh orangtuaku terutama ibuku sih yaa. Padahal,..kami merasa sangat cocok dan bidang bisnis yang sama menjadi penguat bahwa nanti kami bisa berkolaborasi. Ahhh..gimana sih rasanya putus harapan dan cita-cita yang menurut kita itu sudah paling pas dan terbaik?.
JARAK KADANGKALA JADI PERTIMBANGAN BERAT UNTUK MENIKAH
Saya adalah perempuan Jawa dan tinggal di Jawa, tepatnya di Jogjakarta tercinta. Sementara calonku ini adalah orang Sumatera. Aku tidak menyebutkan Sumatera ini tepatnya dimana. Yang jelas jarak dari kota gudeg ini untuk ke kotanya sekitar 2.921 an km. Haha meski masih di Indonesia, rasanya lebih dekat jaraknya dan waktu tempuhnya untuk ke Kuala Lumpur, daripada ke kota asalnya.
Kami berniat untuk menikah di awal tahun 2017 lalu. Dan..karena ada permasalahan bisnis sedang dihadapinya, maka cita-cita itu menjadi kabur. Tabungan bisnisnya sekitar 150 juta dibawa temennya padahal dia kumpulkan selama lima tahunan lebih.
Di sana, dia berfikiran harus menyiapkan banyak dana untuk bisa mempersuntingku yang berada di Jawa. Apalagi standart mahar di daerahnya memang sangat tinggi. Beda dengan ukuran mahar di Jawa yang relatif flexible dan tidak ada aturan baku. Katanya, paling gak dia harus memberikan mahar sebanyak 10 hingga 20 mayam.
Padahal 1 mayam itu 3,33 garam dan hitung sendiri jika satu gram emas adalah 500 ribu. Wah udah 16 juta hingga 33 juta sendiri untuk urusan mahar. Bagiku waktu itu—menangis adalah satu-satunya cara ampuh untuk membuatku tetap waras hahhaha…
Belum lagi dengan standart uang panai atau di sini adalah seserahan yang nilainya puluhan juta. Aku merasa semakin terlempar dari harapan untuk bersegera menikah. Karena sebagai laki-laki dia menjaga harga dirinya dengan memberi standart adat yang seperti difahaminya.
Jelas saja, seorang laki-laki memang harus sedemikian siap dalam hal finansial sebelum menikah. Apalagi jarak kami cukup jauh dan hanya bisa ditempuh dengan pesawat untuk mengunjungi satu sama lain.
JAWA VS SUMATERA YANG AKHIRNYA GAK BISA SEPAKAT DALAM URUSAN ADAT
Karena perasaan yang sudah bergejolak itulah, pikiranku tidak sampai kesana. Yang penting bagiku saat itu adalah segera menikah. Aku berfikir dan cukup egois sih waktu itu, “mengapa tidak segera menikah saja dengan kondisi seadanya”. Toh aku bukan perempuan matre yang menghendaki banyak mahar dalam pernikahanku. Tetapi budaya kami tidak ketemu satu sama lain.
Perempuan Jawa yang biasa nrimo dengan keadaan disandingkan dengan siapapun pasangannya kelak. Sedangkan laki-laki Sumatera yang begitu kuat karakternya dan juga teguh pendiriannya. Kalian tahu kan laki-laki sumatera?, betapa tingginya gengsi mereka. Jadi, akhirnya aku menghormati pendirian itu dan memang kondisinya sedang terdesak dan sulit karena rekan bisnisnya.
Oiya kami tidak menyebut pacaran dalam hubungan kami waktu itu. Sebab, yang terjadi adalah jarak jauh dan kami jarang sekali bertemu. Meskipun Allahu ‘Alam, sebenarnya komunikasi kami cukup dekat dan seharusnya tidak seperti itu sih ya. Hiksss Hikzzz…
Suatu ketika dia datang bersama keluarganya dan mencoba menjalin komunikasi dengan orangtuaku. Akan tetapi, ibuku ternyata menyampaikan jika berat misal aku tinggal di sana selamanya. Padahal dalam hukum islam, memang istri ya ikut ke suami di manapun berada. Sedangkan mamak dia juga merasa berat jika anaknya harus tinggal di Jogja atau menetap di sini.
Diluar itu pula, masing-masing dari kami sudah punya bisnis Jasa Perjalanan Wisata yang sudah berkembang. Sehingga tidak bisa jika harus meninggal kota masing-masing untuk bersatu. Dan memang berat sekali rasanya memang ketika kami akhirnya tidak jadi bersama hingga pelaminan.
THE POWER OF DOA…ON THE DEEPEST CONDITION..
Jauhhh..jauh di dalam lubuk hatiku waktu itu berdoa sembari menangis. “Ya Allah..hamba sudah lelah untuk memilih sendiri seseorang yang akan menjadi jodohku. Maka kali ini ya Allah..pilihkanlah seseorang dari sisiMu yang sesuai seleraMu”.
Hamba minta seseorang yang sudah memiliki pemahaman yang sama denganku. Yang dia sudah terdidik menjadi calon pasangan dan ayah yang baik. “Pilihkan dia yang sudah lulus dari sekolah calon ayah ya Allah..please.”. Begitulah doaku waktu itu, berdoa sembari berharap penuh dan sambil menangis bombay. Aku masih ingat waktu itu malam-malam aku berdoa selepas isya.
Sebelumnya yang kulakukan untuk mengisi waktuku ketika patah hati tentunya macam-macam ya…Mulai dari menangis, bangun malam, berdoa dan adakalanya kuisi dengan sahabatku. Aq waktu itu berniat untuk menjadi seorang istri yang baik dan calon ibu yang baik. Sehingga kebetulan sekali ada semacam kursus singkat dari Lembaga Dakwah dan sosial yang kuikuti.
Sekolah calon Ibu namanya atau disingkat SCI. Kurang lebih dua bulan disana kita diajarkan untuk memiliki sosok ibu yang hebat. Tanggap-Tangguh dan Terampil adalah slogan sekaligus capaain dari sebuah kursus singkat selama dua bulan itu. Setidaknya itu yang kulakukan waktu mengalami kegalauan tingkat tinggi di masa patah hatiku.
Lumayanlah..karena dengan izin Allah, jodohku benar-benar seseorang yang juga jebolan dari SCA atau Sekolah Calon Ayah. MasyaAllah..betapa skenarioNya selama ini benar-benar membuatku takjub dan terheran. “Aku tidak tahu manakah yang mendahului takdirku waktu itu..apakah karena doa itu aku benar-benar dipertemukan dengan jodohku yang sekarang ini. Jodoh yang sangat kusyukuri dan benar-benar kubutuhkan..Atau karena memang Allah sejatinya sudah memilihkan jodoh seseorang itu by name. Lengkap beserta nama dan juga alamat beserta satu paketnya.”
MENCARI BAHAGIA DAN MENINGGALKAN KEBAHAGIAAN LAINNYA
Aihhh…begitulah akhirnya dari kisahanku yang akirnya berhasil kulalui. Betapa doa yang tercipta dan terucap di saat kita berada di titik nadzir itu mujarab. Allahu Akbar wa Allahu Mustangan..benar-benar keajaiban yang terjadi padaku dengan digagalkannya taarufku di yang pertama kali. Karena sesungguhnya Allah paling tahu urusan hambaNya.
Saat ini aku sering berfikir bahwa, gimana jika aku benar-benar jadi menikah dengan seseorang di ujung sana yang sangat jauh. Pasti kebahagiaanku tidak akan utuh, sebab aku sangat jarang bisa menemui dan mendatangi orangtuaku. Aku jadi ingat ucapan adikku waktu itu..”Apakah kamu akan menjemput kebahagian dan sekaligus meninggalkan atau mengorbakan kebahagiaan lainnya”.
Yakni menurut adikku berpisah dengan orangtua dan lebih memilih seseorang di sana. Sama saja itu artinya mencari satu bahagia dan meninggalkan bahagia lainnya. Beda dengan saat ini, suamiku hanya beda provinsi yang berjarak dua jam perjalanan saja. Jarak yang dekat membuatku bisa kapan saja berkumpul dengan mertua sekaligus orangtua..
Itulah—dalam keadaan di titik terendah in a really deep broken hear. Di saat seperti itu mintalah dengan keyakinan. Berdoa dengan doa yang tajam seperti anak panah yang melesat cepat ke langit. Sebab, doa yang diucapkan oleh seseorang yang tidak lagi ada harapan kecuali kepadaNya..adalah doa yang tajam dan sempurna. Kamu?..jangan lama-lama ya broken heartnya..segera bangkit tapi jangan paksa hatimu terlalu cepat. Terima perlahan dan hayati bahwa Dia Maha Segalanya…hanya dan hanya akan memberikan yang terbaik Jlove you my God.. MY ALLAH..
Leave a Reply